Jumat, 22 Februari 2013

Bagaimana Cara Mengobati Gejala Gay pada Diri Seseorang?

(Judul diadaptasi dari rubrik Konsultasi pra nikah: Apakah Saya Seorang Gay? -Naudzubillaahi mindzalika-, oleh ustadz Abu Umar Basyir -hafidzahullah- )
gay
gay
Assalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh

Ustadz, saya seorang pemuda berusia 26 tahun. Saya tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan yang cukup agamis. Secara fisik, saya juga terlihat normal, tak kurang suatu apapun. Sudah beberapa tahun ini saya rajin mengikuti kajian-kajian Islam, sehingga, alhamdulillah, kesadaran Islam saya meningkat. Namun, justru di sini saya menemukan masalah besar dalam diri saya. Mau tidak mau, saya harus mengakui bahwa saya ini seorang “gay”. Maksud saya, saya bukan pelaku homo. Tapi semenjak remaja saya menyadari kalau saya nyaris atau mungkin malah tidak memiliki hasrat sama sekali terhadap kaum wanita atau lawan jenis. Sebaliknya, saya justru tertarik bila melihat seorang pria yang bertubuh atletis, atau  –maaf—terli hat sebagian auratnya. Saya sudah lama berusaha memerangi perasaan saya itu, bahkan jauh sebelum saya mengenal dunia mengaji (kajian Islam –ed). Tapi sayang, sayab selalu gagal. Saya tetap tumbuh sebagai pria yang abnormal.
Ustadz, saya ingin sekali menikah, untuk menyempurnakan separuh agama saya. Tapi, saya sangat khawatir. Pertama, saya khawatir tak akan bisa menunaikan kewajiban saya sebagai suami, dan itu akan berakibat pada penderitaan istri saya nanti. Kedua, saya khawatir justru saemakin banyak berbuat dosa, bila saya menikah. Padahal, setelah mendengar anjuran syariat untuk menikah, apalagi kehidupan ekonomi saya terbilang sudah mapan, rasanya tak mungkin saya menunda-nunda menikah lagi. Tolong carikan solusi buat saya, 

Ustadz.

Wassalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Abdullah” di bumi Allah
Wa’alaikumussalam Warahmatulahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, ‘alaa kulli haal

Ya, saya pernah mendapatkan pertanyaan serupa, dari beberapa orang, di waktu yang berbeda-beda. Justru semua itu menyadarkan saya, bahwa fenomena mereka yang mengidap penyakit kaum gay ini, bukanlah persoalan kecil. Ini termasuk dilema dakwah yang layak dicermati secara khusus.
Akhi, yang saya muliakan. Manusia diciptakan sama, dari tanah. Dari tetesan mani yang hina. Hanya dengan ketakwaan, manusia menjadi mulia. Manusia juga dilahirkan dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Ibarat logam, seperti emas, perak dan yang lainnya.
Manusia itu ibarat logam mulia. Yang terbaik di masa jahiliyyah, akan menjadi yang terbaik di masa Islam[i].”

Dengan masing-masing kelebihannya, manusia diberi kemampuan berbuat baik, dan dengan masing-masing kekurangannya, manusia diberi cobaan untuk berperang melawan hawa nafsu dan kecenderungan buruknya.
Ya, masing-masing kita punya kekurangan, dan untuk mengatasi kekurangan itu agar bertahan dalam kebenaran, kita harus memaksa diri.

Orang yang dilahirkan dengan kecenderungan seks berbeda, juga termasuk yang memiliki kekurangan. Orang itu lahir dalam kondisi sakit.
Namun, tentu saja diperlukan kerja keras untuk mengatasi penyakit tersebut. Maka, sebelumnya kita harus kembali meyakinkan diri atas apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.[ii]

Kemudian, sebenarnya sangat dibutuhkan kerjasama dalam upaya mengatasinya. Dari diri sendiri tentunya, orang tua, lingkungan, dan sekolah. Artinya, bila kecenderungan itu tampak dalam keseharian.
Contoh, kecenderungan suka bermain dengan lawan jenis saja, sikap minder bila bergaul dengan sesama jenis, apalagi kecenderungan berpakaian yang justru cenderung feminim, maka harus segera diantisipasi semenja dini.

Orangtua adalah yang paling wajib mengantisipasi hal itu. Banyak orangtua yang justru bangga melihat anak perempuannya terlihat tomboy, atau anak laki-lakinya terlihat feminim. Mereka bahkan mendukung dengan memberikan pakaian, mainan, dan teman bergaul yang sesuai dengan kecenderungan anaknya tersebut. Ini sangat berbahaya!

Guru, dan teman-taman juga bisa menjadi penyebab apakah kecenderungan itu akan menurun, atau bahkan bertambah.
Akan tetapi yang terpenting adalah diri sendiri. Saat seseorang menyadari kecenderungannya yang tidak normal, apalagi ia sudah mengenal hukum-hukum syariat, segera tanamkan sikap “perang” terhadap kecenderungan haram tersebut.
Cobalah, merenugngi sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum luth (homoseks), maka bunuhlah para pelakunya.” (Riwayat Ahmad dan Ashabus Sunan)
Dalam hadits lain, disebutkan,

ﻻ ينظر الله الى رجل اتى رجلا او امراة فى دبرها

Allah tidak akan melihat seorang laki-laki menggauli seorang laki-laki lain atau menggauli wanita dari duburnya.[iii]

Merenungi hadits-hadits itu akan melahirkan motivasi kuat, untuk berperang melawan keterbatasan diri, agar tidak terjebak dalam dosa dan maksiat.
Kemudian yang kedua, tanamkanlah keyakinan dalam diri, akan betapa hinanya perbuatan tersebut. Sehingga kita semakin tersorong memeranginya.

Ketiga, jagalah pergaulan dengan sesama pria yang menarik hatinya. Bergaul sewajarnya saja, bahkan bila dianggap membahayakan, usahakan menghindari banyak pertemuan dengan mereka.

Keempat, tanamkan motivasi dalam diri, “saya ini pria sejati”. Kuatkan tekad, “saya akan menikah, dan ‘insya Allah’ akan punya anak.”, dan tekad-tekad sejenis, yang dibalut motivasi yang baik dan sesuai anjuran syariat.

Kelima, banyak-banyaklah berdoa dan berdzikir. Lakukan juga doa secara khusus, memohon kepada Allah untuk memberi kesembuhan dari penyakit tersebut.

Keenam, cobalah meminta doa kepada orang-orang khusus, orangtua, teman dekat, dan orang-orang yang dianggap shalih, atau anak kecil. “Saya memiliki sebuah penyakit. Doakan,agar penyakit saya lekas sembuh”.

Ketujuh, jangan lupa lakukan upaya penangan medis secara fisik. Saya sarankan untuk melakukan berbagai pengobatan alternatif, seperti akupunktur, refleksiologi, avasinologi, dan sejenisnya untuk bisa sempurna menjadi pria. Yakni merangsang dihasilkannya hormon sebagai pria, dan menekan tumbuhnya hormon kewanitaan. Saya sangat menganjurkan mengonsumsi herbal. Tapi catat, yang diperlukan bukanlah obat kuat, tetapi herbal yang berfungsi membantu menghasilkan hormon pria.
Wallahu a’lam, saya juga menyarankan banyak melakukan olahraga khas laki-laki, terutama sekali binaraga dan bela diri. Mungkin, bela diri “thifan po khan”, saya sarankan. Karena saya mendengar, bahwa bela diri ini, dibedakan antara gerakan-gerakan dan senam khusus pria dan wanita. Setiap hal yang berkaitan dengan aktivitas pria, cenderung memaksa pertumbuhan hormon kelaki-lakian. Begitu juga sebaliknya.

Untuk selanjutnya, janganlah terpengaruh oleh propaganda Barat yang mencoba melegalkan keberadaan kaum gay dan homo, dengan tindakan dan perbuatan lacur mereka. Betul, bahwa mereka patut disayangi dan dikasihi, namun bukan berarti dibiarkan tumbuh berkembang dengan penyakit yang mereka miliki. Tapi harus didekati dan diterapi secara benar, sehingga kembali menjadi lelaki yang normal.
Ada seorang pemuda bertanya kepada Syaikh Shalih al-Munajjid –semoga Allah mengampuninya dan merahmatinya- tentang kecenderungan pemikiran sebagian orang yang b erupaya menjustifikasi perilaku homoseksual dengan dalih bahwa itu adalah kecenderungan alami, bukan kejahatan.
Beliau menegaskan, [1]

Kita tidak setuju dengan pernyataan mereka bahwa kecenderungan seksual demikian adalah wajar. Justru itu adalah penyimpangan dari fitrah. Allah telah menganggap itu sebagai perbuatan nista dan melampaui batas. Allah telah memberikan siksa kepada kaum Luth yang tidak pernah diberikan kepada umat manapun. Allah telah mengabarkan bahwa siksaan saemacam itu amatlah dekat dari orang-orang yang zalim. Pernyataan mereka bahwa kecenderungan itu wajar, adalah upaya mempropagandakan kerusakan tersebut dan mencari-cari alasan untuk membenarkannya.

Banyak di antara mereka yang sengaja merubah bentuk tubuh mereka agar tampak memiliki kelainan, bagaimana mungkin itu dikatakan sebagai fitrah mereka? Allah tidak pernah menciptakan seseorang untuk disiksa. Namun Allah makhluk-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Allah terkadang menguji hamba-Nya dengan berbagai musibah untuk menempa iman mereka dan untuk melebur dosa-dosa mereka serta mengangkat derajat mereka. Allah Ta’ala Maha Adil untuk memaksa hamba-Nya berbuat maksiat, lalu menyiksanya. Justru seorang makhluk itu melakukan perbuatan maksiatnya dengan ikhtiarnya sendiri, seperti halnya orang-orang yang memiliki kelainan seks tersebut. Dengan perbuatan itulah, mereka pantas mendapatkan siksa. Allah berfirman, “Dan tidaklah Allah melakukan kedzaliman kepada seorang pun.”
Allah tidak akan memerintahkan perbuatan nista, apakah kamu akan mengatakan kepada Allah apa-apa yang tidak kalian ketahui. “ Wallahu A’lam
Selanjutnya, tidaklah benar bahwa penyakit yang satu ini tidak bisa disembuhkan sama sekali, karena kita lebih yakin dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” [iv]
 
Sumber:
Majalah Nikah, vol.8 No.4 Juli-Agustus 2009, hal 18-20 dengan adanya sedikit perubahan tanpa merubah isi.
[1] Pada catatan yang kami nukil, tidak terdapat sumber pengambilan perkataan  Syaikh al-Munajjid ini. Baarakallaahu fiikum

[i]  Diriwayatkan oleh al-Bukhari 1238
[ii]  Dikeluarkan oleh al-Bukhari (6578)
[iii]  Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Hibban, hadits ini mauquf (hadits yang riwayatnya hanya sampai pada sahabat Radhiyallahu ‘Anhum –ed)
[iv]  Dikeluarkan oleh al-Bukhari (6578)
Sumber : http://syababpetarukan.wordpress.com/

Pendapat Gery :

Untuk ini saya tidak berpendapat panjang lebar karena pendekatannya bukan Ilmiah namun dengan Konsep Keagamaan. Mudah-mudahan bisa membantu dalam pengambilan keputusan anda.

Kesaksian Kesembuhan

Ini adalah pengalaman hidup saya di kota besar Jakarta ini. Benar kata pepatah orang tua, Injaklah ibukota dan jangan ibukota menginjak kami. Banyaknya tempat hiburan dan juga bebasnya pergaulan membuat setiap orang bisa terlena sama glamour dan hingar bingarnya kehidupan ini.

Enam tahun sudah saya merantau dari daerah dan bekerja di salah satu perusahaan swasta didaerah pinggiran ibukota ini. Perusahaan ini termasuk kecil dengan jumlah karyawan tidak lebih 100 orang termasuk stafnya, Saya bekerja sebagai staf kantor dengan tugas mengontrol kinerja karyawan pabrik.


Gaji yang kami terima sungguh sangat kecil walaupun perusahaan ini adalah penanaman modal asing 100%. Namun fasilitas kantor yang banyak membuat kami betah untuk bekerja. Siapa saja bisa menggunakan line telepon tanpa terkontrol, juga pemakaian komputer untuk keperluan pribadi serta printer yang bisa dipakai sepuasnya.

Jam kerja di kantor pun tak terbatas, namun aturan 40 jam seminggu kerja tetap dilaksanakan. Biasanya hingga larut malam kami masih sibuk di kantor tetapi bukan untuk urusan kantor, namun sibuk dengan kegiatan masing masing, seperti menelpon siapa saja, main game, ber-internet ria hingga membuka situs-situs porno.

Untuk hal yang terakhir itu, saya termasuk salah seorang yang suka melakukannya. Saya betah berlama-lama di depan internet membaca cerita maupun membuka gambar yang berbau pornografi. Saya terlena dengan chatting di dunia maya hingga terpengaruh dengan cerita kehidupan sesama jenis di internet.
Pikiran itu terus membayangi pikiran saya, hingga tidak pernah terlintas untuk mencari pacar wanita, meskipun keluarga dan teman selalu menanyakan siapa pacar saya.

Dunia maya terus menguasai hidup saya, hampir setiap hari saya selalu menyempatkan diri untuk membuka situs-situs tersebut serta chatting dengan laki-laki yang juga menyukai sesama jenis. Berawal dari ngobrol di internet kemudian dilanjutkan di dunia nyata atau kopi darat. Kehidupan seperti itu aku jalani terus tanpa seorang pun mengetahuinya.

Saya masuk ke dalam kehidupan dengan sesama jenis lebih dalam lagi.
Dari tempat itu saya sampai ke tempat kost agak siang, terus tidur, dan bahkan jadi jarang kegereja karena ketiduran sehabis dugem.Saya sudah sangat terpengaruh sekali dengan kehidupan seperti itu.


Tetapi hati kecil saya selalu sedih melihat saya, saya selalu berdoa agar Tuhan Yesus menguatkan saya untuk tidak terlibat dalam pergaulan bebas itu, saya selalu berdoa. Tetapi saya tidak pernah kuat, meminta ampun kepada-Nya. tapi besoknya melakukan seperti itu lagi. Sungguh saya merasa seperti orang najis yang tidak tahan menahan nafsu duniawi.

Saya pergi dari satu gereja ke gereja yang lain hanya sekedar berdoa agar saya kuat menahan godaan ini. Hampir lima tahun saya jatuh dalam godaan itu dan karir dipekerjaan saya juga stagnan, tak pernah naik naik. dibandingkan dengan teman saya yang sama sama masuk kerja kini telah menjadi manager dan menjadi atasan saya. Saya sendiri dari pertama masuk kerja sampai saat itu tetap dengan posisi semula.

Setiap malam saya selalu berdoa agar saya dilepaskan dari keterikatan nafsu tersebut. Namun begitu selesai berdoa beberapa hari kemudian saya melakukannya lagi.

Menjelang perpisahan tahun 2008 ke tahun 2009 sehabis acara di gereja saya jalan jalan ke kawasan monas sekedar melihat pertunjukan kembang api atau keramaian. Tepat pukul 00.00 seharusnya saya dengan saudara saya yang sudah berkeluarga yang tinggal di Bekasi seharusnya berdoa , melakukan ibadah syukur kepada Tuhan, dan saling memaafkan dengan sesama anggota keluarga maupun dengan orang tua yang tinggal dikampung. Tetapi itu tidak saya laksanakan saya pergi ke tempat dugem tempat biasa yang sering saya kunjungi. Disana saya melakukannya lagi dengan sesama jenis.
*courtesy of PelitaHidup.com
Sepulang dari tempat itu sudah siang hari dan tanggal satu januari tanpa pergi beribadah ke gereja. Awal tahun 2009 saya sudah berkomitmen untuk tidak melakukan dosa itu serta mulai hidup baru, namun sama seperti tahun tahun sebelumnya saya berkomitmen namun di tengah jalan komitmen itu kalah dengan nafsu saya.

Akhir Januari 2009 seperti biasa ketika libur saya pergi ke warnet plus-plus. Sore itu saya balik dari warnet itu dan ditengah jalan protokol ibukota ini saya tabrakan. Motor yang saya kendarai tidak apa apa, namun kaki kiri saya patah. Untungnya saya masih memakai helm sehingga kepala saya aman dari benturan keras dengan aspal.

Saya langsung dilarikan ke rumah sakit, lalu malam itu juga dibawa ke pengobatan alternatif patah tulang. Saya dirawat disana hampir dua bulan.

Saya merenungi setiap malam selama dirawat. Inikah peringatan Tuhan kepada saya supaya saya tidak melangkah lagi ketempat tempat seperti itu. Puji Tuhan, Dia selalu mendengar doa saya, dengan kejadian tabrakan itu saya diingatkan bahwa kaki ini harus melangkah ke jalan yang benar. Tuhan telah menuntun aku agar aku kembali ke jalan yang benar. Teman -teman saya datang mendoakan saya agar kesembuhan terjadi pada saya.

Kini lima bulan sejak kejadian itu saya tidak bisa berbuat apa-apa selain tidur dirumah dan melakukan pengobatan. Tetapi sekali lagi puji Tuhan Yesus kini saya sudah bisa mulai berjalan lagi, Sedikit demi sedikit, walaupun masih dalam proses pengobatan tapi mujijat itu nyata, kesembuhan terjadi dalam kaki saya.

Terimakasih Tuhan atas berkat dan jalan yang Kau beri. Agar saya tidak melakukan hal hal seperti dahulu lagi. Kini saya harus mulai lagi dari bawah tentang karir dan jodoh saya. Namun saya yakin dan percaya Tuhan selalu mendengar doa doa saya.Hari esok pasti lebih cerah dan lebih banyak lagi berkat Tuhan yang akan diberi.

Terimakasih Tuhan atas kesempatan hidup yang Engkau berikan kepada saya.

Untuk kita semua agar saling memperhatikan perilaku kehidupan anggota keluarga kita atau saudara saudara yang kita cintai. Karena saya melihat begitu banyak orang yang terjerumus ke dunia yang tidak benar itu. Terimakasih, Tuhan memberkati.

sumber: Pelita Hidup
« Last Edit: August 27, 2009, 03:08:48 PM by serendipity of love » 
 
Pendapat Gery : 

Terlepas dari apapun Agama maupun Kepercayaan kita, pilihan kita hanya ada 2. Terus menjadi Gay atau memilih menjadi Pria seutuhnya. Cara apapun yang kita pilih, kejadian apapun dalam hidup kita yang mampu membuat kita memilih salah satu diantaranya adalah Mukjizat. Tinggal kita selanjutnya melangkah dan menerima semua konsekuensia atas pilihan-pilihan kita.

Jika Homoseksual Dipaksa Menikah Demi Kesembuhan?

Oleh Dasam Syamsudin
01 June 2012

Saya akan meninjau hal ini dari sudut pandang agama saya, Islam.

Jika melihat sejarah kebelakang, Al-Quran menyelipkan untaian Ayat yang mengisahkan kaum homoseksual yang hidup di masa Nabi Luth As, yakni kaum Sodom. Kaum Sodom dihancurkan Allah SWT dengan hujan batu karena ketidak patuhannya untuk meninggalkan kebiasaan mereka melakukan hubungan sesama jenis.
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.” (QS Hud: 82)
Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan menimpa umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim, Ibn Majah).

Saya sebagai Muslim yang tidak memegang paham liberal. Jelas menganggap haram perbuatan homoseksual itu, baik lesbi yang dilakukan sesama perempuan, atau pun gay yang dilakukan sesama pria..

Di dalam Islam lesbi dan gay benar-benar tidak mempunyai tempat. Mungkin mencintai siapa saja, termasuk sesama jenis itu tidak terlalu jadi soal. Namun, permasalahannya adalah melakukan hubungan sex yang dilakukan kaum lesbi atau gay itu lah yang menjadikan perbuatan itu haram. Jangankan sesama jenis, beda jenis saja, laki-laki dan perempuan yang suka sama suka, itu haram melakukan hubungan sex di luar nikah.
Makanya pria dan wanita yang sudah “tidak tahan” dan merasa mampu secara ekonomi dianjurkan menikah agar tidak terjerumus pada jurang perzinahan. Dan kalau pemuda sudah “tidak tahan” tapi belum mampu secara ekonomi, dianjurkan “bersabar”. Sabar dari godaan perempuan dan sabar dari godaan “tangan sendiri”. Heheh.

Homoseksual membawa kerugian besar
Apa yang diharamkan Allah, tentu hal itu pasti mengandung kebaikan untuk umat manusia. Banyak sekali sisi negatif dari hubungan sesama jenis ini. Baik itu untuk diri sendiri, atau pun untuk sosial.
Menurut data Komisi Penanggulangan HIV/AIDS tahun 2009, penyebaran HIV/AIDS di kalangan homosekesual melesat dibandingkan penyebaran melalui PSK (mediaindonesia, 12/11/2009). (hizbu-tahrir.or.id). Melihat data ini, berarti hubungan sex sesama jenis, sangat rentat tertular penyakit kelamin.
Selain itu, hubungan sesama jenis mengancam perkembangbiakan umat manusia. Bisa dibayangkan. Jika kaum homo dikumpulkan dari seluruh negara, lalu disuruh tinggal di suatu pulau, kita bisa memperkirakan, kapan kehidupan manusia pulau itu berakhir tanpa ada generasi yang meneruskannya. Hanya akan ada angin bresemilir diantara sepi.

Solusi dengan menikahkannya
Tentunya banyak cara untuk menyadarkan kaum homoseksual. Diantaranya dengan cara menumbuhkan kesadaran dirinya. Memberinya bimbingan dan menumbuhkan motivasi agar dia semangat dalam upaya menghilangkan cinta di dalam hatinya terhadap pasangan sejenisnya dan berusaha mencari cinta yang normal dan tentunya lebih indah. Bukankah ada istilah, “cinta bisa dikalahkan dengan cinta”.
Saya merasa bahagia ketika membaca sebuah komentar, bahwa ada seseorang yang berhasil menyadarkan temannya yang gay dengan cara membimbingnya, terus memberinya nasehat dan motivasi agar dia bisa menjalin hubungan cinta yang normal. Berikut komentarnya lengkapnya.
13384840901296864706
Saya punya temen gay, saya memberi nasehat pelan-pelan dan secara tidak langsung supaya tidak tersinggung,saat dia curhat . Dan karena dia muslim saya selalu mengingatkan untuk sholat agar mendapatkan ketenangan. Ternyata ada perubahan meskipun lambat. Niat dan kesadaran untuk berubah dari si pelaku yang perlu dibangkitkan.

Lalu, bagaimana kaum homo itu tidak bisa disadarkan juga dengan cara di atas. Dan apalagi dia sudah melakukan hubungan sex sesama jenisnya. Yang apabila dibiarkan sudah jelas hal itu merupakan perbuatan dosa di dalam Islam. Maka saya mengusulkan solusi ini.

Duh.. saya jadi ragu menjelaskannya. Saya kan masih lajang.
Maksud saya gini. Mungkin dengan cara merasakan sensasinya hubungan sex yang normal. Hal itu bisa menyadarkannya. Siapa tahu kan. Orang menyukai sesama jenis itu karena dia belum pernah merasakan hubungan sex yang sesungguhnya.
Dan, dengan membiasakan menjalin hubungan rumah tangga yang sesungguhnya, juga mendapat limpahan kasih sayang sesungguhnya dari sang suami atau istri. Mungkin saja lambat laun membuka kesadaranya, membuka hatinya. Bahwa hubungan normal lebih indah dan bisa menjadikannya lebih hidup.
Maka dalam hal ini, berarti harus ada pasangan yang benar-benar siap menikah dengannya. Atas dasar cinta yang bersedia menikah dengannya, mungkin hal ini akan mempermudah upaya penyadarannya. Sebab orang yang melakukan sesuatu atas dasar cinta, tentunya powernya akan hebat, semangatnya akan membara, dan proses yang ditempuhnya pun atas nama cinta, bukan keterpaksaan.
Sekeras apapun hati dan perasaan, dengan cinta pasti bisa lunak. Cieeee..

Tinjauan Fiqih Islam
Selain itu, dalam Islam (berarti jika homoseksualnya muslim, saya tidak berani mengkaitkan dengan non-Mulsim),  Fiqih Islam akan menyudutkan hukum “wajib menikah” pada pemuda yang dianggap sudah mampu secara ekonomi, dan sudah benar-benar sulit mengendalikan nafsu seksnya. Maka hukum bagi pria tersebut wajib dinikahkan. Jika perempuan berarti sudah mempunyai calon suami yang sudah siap, berarti perempuan itu pun harus cepat dinikahkan. Sebab untuk menghindari dari perbuatan zinah.
Lalu, bagaimana dengan kaum homoseksual?
“Jika ada dua hal yang bisa menimbulkan kemadaratan (hal buruk), maka lakukanlah kemadaratan yang dianggap lebih ringan, dan jauhilah kemadaratan yang lebih besar” (Ushul Fiqih, Kitab Mabadiul Awaliyah)

Jika kita membandingkan antara menikahkan paksa pelaku homo dan membiarkannya melakukan homo, mana yang lebih besar bahayanya?

Saya pribadi, menganggap membiarkannya jadi homo lebih berbahaya. Alasannya karena melakukan seksnya haram, dosa besar. Selain itu, seperti yang sudah disinggung, homoseksual menghilangkan terjadinya perkembangbiakan manusia.

Dan jika menikahkannya dengan paksa, mungkin kemadaratanya merasa sedih dipaksa dinikahkan dan kehidupan rumah tangganya tidak dijamin normal.
Maka, menikahkannya tentu lebih baik dari pada membiarkannya tenggelam dalam jurang dosa. Sebab menikahkannya bukan berarti menghukukmnya, melainkan sebagai upaya agar orang tersebut bisa menjalani hidup normal dan tidak tenggelam dalam jurang dosa.
Mungkin masih banyak cara yang lebih efektif selain menikahkannya. Namun, memang inilah ide saya.

Terimakasih. Mohon Koreksi.
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/06/01/jika-homoseksual-dipaksa-menikah-demi-kesembuhan-467412.html 

Catatan Gery Tentang Tulisan diatas :

Saat saya membaca poin diatas, ada beberapa hal yang ingin saya komentari:
1. Dalam sudut agama apapun GAY itu haram, Jadi memang secara manusia yang percaya akan keberadaan Tuhan, yakinilah jalan yang ini adalah SALAH. Namun jangan dianggap kita sebagai manusia yang hina atau berdosa atau manusia kutukan. Kita akan menjadi manusia berdosa BILA KEMUDIAN MENINDAKLANJUTI pikiran kita dan melakukannya menjadi hal fisik ataupun secara mental terus berpikir akan hal tersebut.

2. Bila Gay dipaksa menikah, saya rasa itu bukan solusi yang baik. Karena dia belumnya "Sembuh" secara anggapan masyarakat. Namun kalau itu adalah pilihan di Gay sendiri, harap ditanamkan pikiran bahwa HARUS MENERIMA segala konsekuensinya. Bukan mencoba-coba. Bagi kita mungkin ini jalan kesembuhan, namun bagi wanita yang dinikahi ini adalah impiannya.

3. Anjuran saya lebih tepat adalah belajar meditasi, menenangkan pikiran dan berpikir mencari jawaban "Apa yang menarik pada seorang pria yang tidak ditemukan pada seorang wanita" Pikirkan pula "Apakah itu ketertarikan yang benar, dan kenapa itu harus kita benarkan" Pikirkan pula "Apa yang kita mau" Bila kemudian kita berpikir "Okay, saya mau hidup Normal (Secara pandangan masyarakat), maka jadilah normal seutuhnya. Artinya anda menemukan bahwa saat ini anda sakit pikiran dan bisa disembuhkan, namun sekali lagi yang bisa menyembuhkan HANYA DIRI ANDA SENDIRI DENGAN BANTUAN TUHAN. Bila anda memilih menjadi Gay, jadilah Gay yang seutuhnya dan bermartabat. Jangan menjadi gay hina yang menjajakan diri ataupun mencari jajanan. Hidup yang baik, bila anda percaya, Jodoh itu akan ada (Walaupun sejujurnya pilihan ini lebih sulit). Kedua-duanya pilihan tersebut sama-sama sulit! Namun harus anda pilih salah satunya. Please jangan menjadikan kehidupan anda menjadi lebih hancur lagi. Menjadi Gay sudah merupakan tantangan tersendiri, jangan menambah beban anda lagi dengan menjadi Gay yang hidupnya hancur.

Prof Dr dr I Made Subrata, MS ; Bicara tentang kesembuhan Gay

KAUM gay umumnya dikenal sebagai sosok pria yang secara seksual cenderung menyukai pasangan sesama jenis kelamin. Namun, ada gay yang mampu keluar dari kehidupan seksual “menyimpang” itu. Rumah tangga bersama wanita pasangannya berhasil dirajut. Prof Dr dr I Made Subrata, MS, Sp.And, Spesialis Andrologi FK Unud, mengungkapkan ada pasiennya yang mengisahkan pengalaman serupa itu.


“Sebelum menikah dia mengaku sebagai gay. Lalu ia memperistri wanita. Hanya saja, dia tak bisa menghasilkan keturunan,” ungkapnya. Ditambahkan seorang gay bisa saja berpotensi menjadi biseksual. Perilaku seksualnya bersifat ganda, yaitu gay dan hetero (kontak seksual secara normal dengan lawan jenis -red); menyenangi pasangan sesama jenis maupun lawan jenisnya.

Rata-rata suami yang sebelumnya hidup sebagai gay, memicu persoalan bagi istrinya. Wanita pasangannya cenderung tersiksa secara seksual. “Alasannya menikah mungkin hanya sebagai kompensasi. Hubungan seksual dengan istrinya sukar berlangsung secara normal,” katanya.
Karenanya Subrata ragu atas kemampuan bekas gay untuk memiliki keturunan, meski tak terutup kemungkinan ada gay yang akhirnya bisa memiliki anak setelah menikah dengan wanita. Hal itu tergantung kesungguhan mengikuti proses pemulihan kesehatan reproduksinya. Faktor hormonal bisa menjadi salah satu pendorong pria menjadi gay. ” Ada jenis hormon tertentu dalam dirinya yang lebih dominan. Risikonya orang tersebut cenderung memiliki orintasi seksual yang berbeda dengan kaum heteroseks,” tandasnya.

Namun aspek medis tersebut bukan menjadi alasan tunggal. Faktor lingkungan dan mental psikologis lebih besar efeknya bagi terciptanya orientasi seksual kaum gay. Seseorang menjadi gay bisa dicermati dari dua penyebab. Pertama, bersifat temporer. Seseorang menjadi gay saat ia berada dalam lingkungan kehidupan sesama jenisnya.

“Seseorang yang mendekam di penjara hanya bersama pria lama-lama bisa saja memiliki perilaku seksual gay,” ujarnya. Kedua,bersifat permanen, yakni seseorang berperilaku seksual gay sejak akil balig. Pilihan menjadi gay biasanya dalam waktu lama. Jika melepas ke-gay-annya ia sudah termakan usia saat menyulam tali pernikahan bersama wanita.

Ditegaskannya, mantan gay sudah ‘berumur’ yang menikah dengan wanita heteroseks berusia muda, nyaris tak memicu persoalan reproduksi seksual yang berarti. “Yang bermasalah jika wanitanya berumur di atas 35 tahun. Risiko keluhan pembuahan sel bisa terjadi. Kromosom bisa sobek dan menghasilkan kelainan pada anak,” jelasnya. Namun, prosentase kasus serupa itu terbilang kecil.

Disadur dari : http://sains.blogspot.com/

Keberhasilan Penyembuhan Mencapai 70 Persen

Kita masih akan bicara tentang penyembuhan alias reorientasi alias repratiasi dari homoseksual berubah heteroseksual. Ini penting diketengahkan karena dengan adanya bukti-bukti penyembuhan, maka teori bahwa homoseksual adalah pemberian Tuhan yang bersifat kodrati, menjadi tersungkur.

Mari kita buka riset yang dilakukan Satinover. Dia melaporkan keberhasilan rata-rata treatmen penyembuhan pada mereka yang mengalami daya tarik sejenis yang tidak diinginkan mencapai 52%.
Master dan Johnson melakukan riset serupa dan mencatat keberhasilan penyembuhan mencapai 65% setelah 5 tahun follow up. Laporan-laporan riset profesional lain menyebut bahwa rata-rata keberhasilan penyembuhan berkisar 30-70%.

Apakah homoseksual itu abadi alias kekal? Hampir tidak. Ada banyak bukti menunjukkan bahwa daya tarik homoseksual dapat dikurangi dan perubahan dapat dibuat.

Ingin straight? Tunggu apalagi?! (Diolah dari www.narth.com)

Berilah Hak untuk Sembuh

Kaum homoseksual berteriak agar diberi hak hidup seperti kaum heteroseksual yang lain, sudah biasa. Kampanye agar mereka diterima secara terbuka oleh masyarakat, juga sering kita dengar.
Uniknya, di negara Barat, kini ada juga kampanye agar mereka yang tidak merasa nyaman dengan orientasi homoseksualnya diberi hak untuk mencari kesembuhan. Bagaimana Indonesia? Oh, tentu saja itu masih jauh dari panggang api.

Bagaimana ceritanya hingga orang yang ingin reorientasi seksual harus diberi hak? Ikhwal cerita bermula dari kebijakan American Psychiatric Association (APA) yang mendelete klasifikasi homoseksual dari daftar penyakit mental pada 1973. Arsitek kebijakan ini adalah Dr.Robert Spitzer. Spitzer adalah seorang periset terkenal dari Columbia University. Spitzer sendiri adalah seorang psikiatris yang mendukung gay dan dalam waktu yang panjang mendukung penegakan hak-hak kaum gay.

Alasan dikeluarkannya homoseksual dari daftar penyakit mental adalah argumentasi bahwa homoseksual itu in born alias pemberian Tuhan, alias pembawaan alias gay gene. Dengan demikian, homoseksual tidak bisa disembuhkan dan bukan suatu penyimpangan.

Banyak psikiatri AS yang tak setuju pada kebijakan APA ini. Kebijakan ini dinilai terlalu terburu-buru dan menyebabkan riset ilmiah tentang apakah homoseksual bawaan atau bukan, menjadi tidak bergairah lagi. Kebijakan itu seolah menutup upaya untuk mencari jawab yang sebenarnya tentang homoseksual. Keputusan APA juga dinilai tidak berdasar bukti-bukti ilmiah.

Kebalikannya, keputusan APA disambut sukacita oleh kaum homoseksual. Mereka kian bersemangat untuk tampil dan memperjuangkan hak-hak yang selama ini dienyam kaum heteroksual seperti hak mengasuh anak, perkawinan, warisan,dll.

Kalangan ilmuwan yang juga aktivis gay mengakui bahwa peran mereka sangat tinggi dalam mendorong keluarnya keputusan APA itu. “Aktivis gay nyata-nyata adalah kekuatan yang menggerakkan APA untuk memindahkan homoseksualitas dari klasifikasi (penyakit mental),” aku Simon Le Vay, seorang ilmuwan yang juga aktivis gay.

Namun, masih ada juga ilmuwan yang mencoba membuktikan apakah homoseksual merupakan bawaan atau bukan. Hasil riset-riset yang cukup mumpuni dilakukan di era 90-an. Nama-nama seperti Bailey dan Pillard, Dean Hammer, dan Dr Rice, dan nama-nama lain, lekat dengan riset pembuktian gen dan homoseksualitas.
Hasilnya, riset-riset mereka tak satu pun yang mendukung bahwa gen mempunyai pengaruh determinan yang membuat seseorang menjadi homoseksual. Kalangan ilmuwan yang juga pendukung atau aktivis gay pun lambat laun banyak yang berganti pendapat dengan menyetujui bahwa homoseksual lebih dipengaruhi oleh lingkungan (kontruksi sosial) dibanding faktor genetika. Ini karena riset yang mereka lakukan pun tidak mendukung teori gay gene yang mereka pegang selama ini.

Dan karena faktor lingkungan lebih berperan, akibatnya, penyembuhan bukan tidak mungkin dilakukan. Seperti halnya ketergantungan narkoba, alkohol, merokok, yang disebabkan karena lingkungan dan bukan genetika, maka homoseksual bisa direorientasi.

Upaya reorientasi ini bisa dilakukan dengan treatmen psikologi maupun keagamaan. Di AS, upaya penyembuhan seperti ini banyak mendapat tantangan keras dari mereka yang tetap berkeyakinan bahwa homoseksual adalah pemberian Tuhan. Mereka menuduh treatmen penyembuhan tidak akan efektif dan hanya menimbulkan rasa sakit belaka.

Benarkah demikian? Dr Robert Spitzer, arsitek penghapus homoseksual dari daftar penyakit menyimpang APA, menolaknya. Setelah belasan tahun berlalu, Spitzer mengadakan studi tentang bisa tidaknya homoseksual disembuhkan. “Saya telah yakin bahwa dari orang-orang yang telah saya interview, banyak di antara mereka yang telah membuat perubahan substansial dengan berubah menjadi heteroseksual. Saya rasa itu berita! Saya memulai studi ini dengan penuh keraguan. Sekarang saya mengklaim bahwa perubahan-perubahan itu dapat dibenarkan,” begitu kesimpulan Spitzer.

Yang lebih menarik, pernyataan Spitzer pada jurnalis yang menanyakan padanya apa yang dia lakukan jika anak remajanya mengaku homoseksual. Spitzer menjawab bahwa dia berharap anaknya tertarik untuk berubah dan mendapatkan bantuan untuk bisa berubah.

Karena sikap Spitzer yang berubah 180 derajat terhadap isu homoseksual ini, dia pun mendapatkan banyak “surat kebencian” dan komplain dari kolega-koleganya.
Ingin kembali straight? Anda berhak melakukannya! (Diolah dari www.narth.com)

10 Situs Menarik untuk Membantu Kesembuhan Gay


Apa itu reorientasi? Apa itu repatriasi? Bagaimana menjadi straight (kembali)? Untuk mencari informasi tentang itu semua, sungguh, bukan hal yang mudah di Indonesia. Bahkan dibanding dengan informasi mengenai homoseksual, informasi yang mengkhususkan diri untuk (kembali) menjadi straight bisa dibilang tidak ada. Yang ada barangkali hanya sejumput tanya jawab dalam rubrik konsultasi seksologi/psikologi dan itu pun mendapatkannya seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami.


Sebagai alternatif, apa daya, situs asing tetap menjadi pilihan utama. Meski dituduh sebagai negara sekuler, namun situs-situs asing tersebut tetap menawarkan semangat keberagamaan untuk kembali menjadi straight. Mereka bahkan menjalin kerjasama dengan majelis gereja untuk program pengobatan tersebut. Bagi Anda yang beragama Islam, tentu tidak menjadi soal melongok situs-situs tersebut sekadar sebagai pelajaran.

Sebanyak 10 situs yang layak Anda kunjungi antara lain:

Whether you have some general questions, experience same-sex attraction yourself, or just want to know how to relate better to those who do, we hope you will find this site encouraging and helpful.

Offering Christian support to men and women choosing to leave homosexuality, and equipping the church to minister effectively and compassionately.

Bridges-Across is a cyberspace initiative providing models and resources for building respectful relationships among those who disagree about moral issues surrounding homosexuality, bisexuality and gender variance.

Becoming the person God intends you to be

Ex-gays are men and women who no longer self-identify as homosexual or lesbian in their behavior or lifestyle, transgenders who have undergone reversal surgery, and questioning gays who seek the right to change their sexual orientation.
Situs ini mempunyai jaringan exgay di sejumlah negara atau yang disebut Gay Change Site Ring, misalnya saja www.exgay.org.uk, www.exgayman.org, dll.

Proclaiming, educating and impacting the world with the biblical truth that freedom from homosexuality is possible through a relationship with Jesus Christ

Men who have “come out” of homosexuality showing others the way. For those who seek similar life change, we share our experience and offer our support. Our motivation for sharing our stories and experience is simply to benefit those who now are where we were not that long ago, facing the pain and hopelessness of having homosexual desires we could not understand, did not choose, could not control — and did not want.

8. www.gaytostraight.org dibangun oleh International Healing Foundation/IHF.
We believe that:
No one born homosexual
No one chooses to have same-sex attractions
Anyone can choose to change
What was learned can be unlearned
It’s not gay, nor bad, it’s SSAD
(Same-Sex Attachment Disorder)

9. www.narth.com
National Association for Research and Therapy of Homosexuality/NARTH
NARTH’s primary goal is to make effective psychological therapy available to all homosexual men and women who seek change.

New Insights on Sexual Identity
* Homosexuality is not inborn
* Homosexuality is not benign
* Homosexuality is not unchangeable

Tentu saja masih banyak situs penyembuhan/reorientasi lain yang “gentayangan” di dunia maya. Jika Anda menemukan yang menarik, jangan sungkan berbagi dengan kami!