(Judul diadaptasi dari rubrik Konsultasi
pra nikah: Apakah Saya Seorang Gay? -Naudzubillaahi mindzalika-, oleh
ustadz Abu Umar Basyir -hafidzahullah- )
Assalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh
Ustadz, saya seorang pemuda berusia 26
tahun. Saya tumbuh dan dibesarkan dalam lingkungan yang cukup agamis.
Secara fisik, saya juga terlihat normal, tak kurang suatu apapun. Sudah
beberapa tahun ini saya rajin mengikuti kajian-kajian Islam, sehingga,
alhamdulillah, kesadaran Islam saya meningkat. Namun, justru di sini
saya menemukan masalah besar dalam diri saya. Mau tidak mau, saya harus
mengakui bahwa saya ini seorang “gay”. Maksud saya, saya bukan pelaku
homo. Tapi semenjak remaja saya menyadari kalau saya nyaris atau mungkin
malah tidak memiliki hasrat sama sekali terhadap kaum wanita atau lawan
jenis. Sebaliknya, saya justru tertarik bila melihat seorang pria yang
bertubuh atletis, atau –maaf—terli hat sebagian auratnya. Saya sudah
lama berusaha memerangi perasaan saya itu, bahkan jauh sebelum saya
mengenal dunia mengaji (kajian Islam –ed). Tapi sayang, sayab selalu
gagal. Saya tetap tumbuh sebagai pria yang abnormal.
Ustadz, saya ingin sekali menikah, untuk
menyempurnakan separuh agama saya. Tapi, saya sangat khawatir. Pertama,
saya khawatir tak akan bisa menunaikan kewajiban saya sebagai suami, dan
itu akan berakibat pada penderitaan istri saya nanti. Kedua, saya
khawatir justru saemakin banyak berbuat dosa, bila saya menikah.
Padahal, setelah mendengar anjuran syariat untuk menikah, apalagi
kehidupan ekonomi saya terbilang sudah mapan, rasanya tak mungkin saya
menunda-nunda menikah lagi. Tolong carikan solusi buat saya,
Ustadz.
Wassalamu’alaikum Warahmatulahi Wabarakatuh
“Abdullah” di bumi Allah
Wa’alaikumussalam Warahmatulahi Wabarakatuh
Alhamdulillah, ‘alaa kulli haal
Ya, saya pernah mendapatkan pertanyaan
serupa, dari beberapa orang, di waktu yang berbeda-beda. Justru semua
itu menyadarkan saya, bahwa fenomena mereka yang mengidap penyakit kaum
gay ini, bukanlah persoalan kecil. Ini termasuk dilema dakwah yang layak
dicermati secara khusus.
Akhi, yang saya muliakan.
Manusia diciptakan sama, dari tanah. Dari tetesan mani yang hina. Hanya
dengan ketakwaan, manusia menjadi mulia. Manusia juga dilahirkan dengan
segala kelebihan dan kekurangannya. Ibarat logam, seperti emas, perak
dan yang lainnya.
“ Manusia itu ibarat logam mulia. Yang terbaik di masa jahiliyyah, akan menjadi yang terbaik di masa Islam[i].”
Dengan masing-masing kelebihannya,
manusia diberi kemampuan berbuat baik, dan dengan masing-masing
kekurangannya, manusia diberi cobaan untuk berperang melawan hawa nafsu
dan kecenderungan buruknya.
Ya, masing-masing kita punya kekurangan, dan untuk mengatasi kekurangan itu agar bertahan dalam kebenaran, kita harus memaksa diri.
Orang yang dilahirkan dengan
kecenderungan seks berbeda, juga termasuk yang memiliki kekurangan.
Orang itu lahir dalam kondisi sakit.
Namun, tentu saja diperlukan kerja keras
untuk mengatasi penyakit tersebut. Maka, sebelumnya kita harus kembali
meyakinkan diri atas apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
“Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.[ii]”
Kemudian, sebenarnya
sangat dibutuhkan kerjasama dalam upaya mengatasinya. Dari diri sendiri
tentunya, orang tua, lingkungan, dan sekolah. Artinya, bila
kecenderungan itu tampak dalam keseharian.
Contoh, kecenderungan suka bermain dengan
lawan jenis saja, sikap minder bila bergaul dengan sesama jenis,
apalagi kecenderungan berpakaian yang justru cenderung feminim, maka
harus segera diantisipasi semenja dini.
Orangtua adalah yang paling wajib
mengantisipasi hal itu. Banyak orangtua yang justru bangga melihat anak
perempuannya terlihat tomboy, atau anak laki-lakinya terlihat feminim.
Mereka bahkan mendukung dengan memberikan pakaian, mainan, dan teman
bergaul yang sesuai dengan kecenderungan anaknya tersebut. Ini sangat
berbahaya!
Guru, dan teman-taman juga bisa menjadi penyebab apakah kecenderungan itu akan menurun, atau bahkan bertambah.
Akan tetapi yang terpenting adalah diri
sendiri. Saat seseorang menyadari kecenderungannya yang tidak normal,
apalagi ia sudah mengenal hukum-hukum syariat, segera tanamkan sikap
“perang” terhadap kecenderungan haram tersebut.
Cobalah, merenugngi sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum luth (homoseks), maka bunuhlah para pelakunya.” (Riwayat Ahmad dan Ashabus Sunan)
Dalam hadits lain, disebutkan,
ﻻ ينظر الله الى رجل اتى رجلا او امراة فى دبرها
“Allah tidak akan melihat seorang laki-laki menggauli seorang laki-laki lain atau menggauli wanita dari duburnya.”[iii]
Merenungi hadits-hadits itu akan
melahirkan motivasi kuat, untuk berperang melawan keterbatasan diri,
agar tidak terjebak dalam dosa dan maksiat.
Kemudian yang kedua, tanamkanlah keyakinan dalam diri, akan betapa hinanya perbuatan tersebut. Sehingga kita semakin tersorong memeranginya.
Ketiga, jagalah
pergaulan dengan sesama pria yang menarik hatinya. Bergaul sewajarnya
saja, bahkan bila dianggap membahayakan, usahakan menghindari banyak
pertemuan dengan mereka.
Keempat, tanamkan
motivasi dalam diri, “saya ini pria sejati”. Kuatkan tekad, “saya akan
menikah, dan ‘insya Allah’ akan punya anak.”, dan tekad-tekad sejenis,
yang dibalut motivasi yang baik dan sesuai anjuran syariat.
Kelima, banyak-banyaklah
berdoa dan berdzikir. Lakukan juga doa secara khusus, memohon kepada
Allah untuk memberi kesembuhan dari penyakit tersebut.
Keenam, cobalah meminta
doa kepada orang-orang khusus, orangtua, teman dekat, dan orang-orang
yang dianggap shalih, atau anak kecil. “Saya memiliki sebuah penyakit.
Doakan,agar penyakit saya lekas sembuh”.
Ketujuh, jangan lupa
lakukan upaya penangan medis secara fisik. Saya sarankan untuk melakukan
berbagai pengobatan alternatif, seperti akupunktur, refleksiologi,
avasinologi, dan sejenisnya untuk bisa sempurna menjadi pria. Yakni
merangsang dihasilkannya hormon sebagai pria, dan menekan tumbuhnya
hormon kewanitaan. Saya sangat menganjurkan mengonsumsi herbal. Tapi
catat, yang diperlukan bukanlah obat kuat, tetapi herbal yang berfungsi
membantu menghasilkan hormon pria.
Wallahu a’lam, saya juga menyarankan banyak melakukan olahraga khas laki-laki, terutama sekali binaraga dan bela diri. Mungkin, bela diri “thifan po khan”,
saya sarankan. Karena saya mendengar, bahwa bela diri ini, dibedakan
antara gerakan-gerakan dan senam khusus pria dan wanita. Setiap hal yang
berkaitan dengan aktivitas pria, cenderung memaksa pertumbuhan hormon
kelaki-lakian. Begitu juga sebaliknya.
Untuk selanjutnya,
janganlah terpengaruh oleh propaganda Barat yang mencoba melegalkan
keberadaan kaum gay dan homo, dengan tindakan dan perbuatan lacur
mereka. Betul, bahwa mereka patut disayangi dan dikasihi, namun bukan
berarti dibiarkan tumbuh berkembang dengan penyakit yang mereka miliki.
Tapi harus didekati dan diterapi secara benar, sehingga kembali menjadi
lelaki yang normal.
Ada seorang pemuda bertanya kepada Syaikh
Shalih al-Munajjid –semoga Allah mengampuninya dan merahmatinya-
tentang kecenderungan pemikiran sebagian orang yang b erupaya
menjustifikasi perilaku homoseksual dengan dalih bahwa itu adalah
kecenderungan alami, bukan kejahatan.
Beliau menegaskan, [1]
Kita tidak setuju dengan pernyataan
mereka bahwa kecenderungan seksual demikian adalah wajar. Justru itu
adalah penyimpangan dari fitrah. Allah telah menganggap itu sebagai
perbuatan nista dan melampaui batas. Allah telah memberikan siksa kepada
kaum Luth yang tidak pernah diberikan kepada umat manapun. Allah telah
mengabarkan bahwa siksaan saemacam itu amatlah dekat dari orang-orang
yang zalim. Pernyataan mereka bahwa kecenderungan itu wajar, adalah
upaya mempropagandakan kerusakan tersebut dan mencari-cari alasan untuk
membenarkannya.
Banyak di antara mereka yang sengaja
merubah bentuk tubuh mereka agar tampak memiliki kelainan, bagaimana
mungkin itu dikatakan sebagai fitrah mereka? Allah tidak pernah
menciptakan seseorang untuk disiksa. Namun Allah makhluk-Nya untuk
beribadah kepada-Nya. Allah terkadang menguji hamba-Nya dengan berbagai
musibah untuk menempa iman mereka dan untuk melebur dosa-dosa mereka
serta mengangkat derajat mereka. Allah Ta’ala Maha Adil untuk memaksa
hamba-Nya berbuat maksiat, lalu menyiksanya. Justru seorang makhluk itu
melakukan perbuatan maksiatnya dengan ikhtiarnya sendiri, seperti halnya
orang-orang yang memiliki kelainan seks tersebut. Dengan perbuatan
itulah, mereka pantas mendapatkan siksa. Allah berfirman, “Dan tidaklah Allah melakukan kedzaliman kepada seorang pun.”
Allah tidak akan memerintahkan perbuatan nista, apakah kamu akan mengatakan kepada Allah apa-apa yang tidak kalian ketahui. “ Wallahu A’lam
Selanjutnya, tidaklah benar bahwa
penyakit yang satu ini tidak bisa disembuhkan sama sekali, karena kita
lebih yakin dengan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Setiap kali Allah menurunkan penyakit, pasti Allah menurunkan obatnya.” [iv]
Sumber:
Majalah Nikah, vol.8 No.4 Juli-Agustus 2009, hal 18-20 dengan adanya sedikit perubahan tanpa merubah isi.
[1] Pada catatan yang kami nukil, tidak terdapat sumber pengambilan perkataan Syaikh al-Munajjid ini. Baarakallaahu fiikum
[i] Diriwayatkan oleh al-Bukhari 1238
[ii] Dikeluarkan oleh al-Bukhari (6578)
[iii]
Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, an-Nasai, dan Ibnu Hibban, hadits ini
mauquf (hadits yang riwayatnya hanya sampai pada sahabat Radhiyallahu
‘Anhum –ed)
[iv] Dikeluarkan oleh al-Bukhari (6578)
Sumber : http://syababpetarukan.wordpress.com/
Pendapat Gery :
Untuk ini saya tidak berpendapat panjang lebar karena pendekatannya bukan Ilmiah namun dengan Konsep Keagamaan. Mudah-mudahan bisa membantu dalam pengambilan keputusan anda.
Sumber : http://syababpetarukan.wordpress.com/
Pendapat Gery :
Untuk ini saya tidak berpendapat panjang lebar karena pendekatannya bukan Ilmiah namun dengan Konsep Keagamaan. Mudah-mudahan bisa membantu dalam pengambilan keputusan anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar