Kaum homoseksual berteriak agar
diberi hak hidup seperti kaum heteroseksual yang lain, sudah biasa. Kampanye
agar mereka diterima secara terbuka oleh masyarakat, juga sering kita dengar.
Uniknya, di negara Barat, kini ada
juga kampanye agar mereka yang tidak merasa nyaman dengan orientasi
homoseksualnya diberi hak untuk mencari kesembuhan. Bagaimana Indonesia? Oh,
tentu saja itu masih jauh dari panggang api.
Bagaimana ceritanya hingga orang
yang ingin reorientasi seksual harus diberi hak? Ikhwal cerita bermula dari
kebijakan American Psychiatric Association (APA) yang mendelete
klasifikasi homoseksual dari daftar penyakit mental pada 1973. Arsitek
kebijakan ini adalah Dr.Robert Spitzer. Spitzer adalah seorang periset terkenal
dari Columbia University. Spitzer sendiri adalah seorang psikiatris yang
mendukung gay dan dalam waktu yang panjang mendukung penegakan hak-hak kaum
gay.
Alasan dikeluarkannya homoseksual
dari daftar penyakit mental adalah argumentasi bahwa homoseksual itu in
born alias pemberian Tuhan, alias pembawaan alias gay gene.
Dengan demikian, homoseksual tidak bisa disembuhkan dan bukan suatu
penyimpangan.
Banyak psikiatri AS yang tak setuju
pada kebijakan APA ini. Kebijakan ini dinilai terlalu terburu-buru dan
menyebabkan riset ilmiah tentang apakah homoseksual bawaan atau bukan, menjadi
tidak bergairah lagi. Kebijakan itu seolah menutup upaya untuk mencari jawab
yang sebenarnya tentang homoseksual. Keputusan APA juga dinilai tidak berdasar
bukti-bukti ilmiah.
Kebalikannya, keputusan APA
disambut sukacita oleh kaum homoseksual. Mereka kian bersemangat untuk tampil
dan memperjuangkan hak-hak yang selama ini dienyam kaum heteroksual seperti hak
mengasuh anak, perkawinan, warisan,dll.
Kalangan ilmuwan yang juga aktivis
gay mengakui bahwa peran mereka sangat tinggi dalam mendorong keluarnya
keputusan APA itu. “Aktivis gay nyata-nyata adalah kekuatan yang menggerakkan
APA untuk memindahkan homoseksualitas dari klasifikasi (penyakit mental),” aku
Simon Le Vay, seorang ilmuwan yang juga aktivis gay.
Namun, masih ada juga ilmuwan yang
mencoba membuktikan apakah homoseksual merupakan bawaan atau bukan. Hasil
riset-riset yang cukup mumpuni dilakukan di era 90-an. Nama-nama seperti Bailey
dan Pillard, Dean Hammer, dan Dr Rice, dan nama-nama lain, lekat dengan riset
pembuktian gen dan homoseksualitas.
Hasilnya, riset-riset mereka tak
satu pun yang mendukung bahwa gen mempunyai pengaruh determinan yang membuat
seseorang menjadi homoseksual. Kalangan ilmuwan yang juga pendukung atau
aktivis gay pun lambat laun banyak yang berganti pendapat dengan menyetujui
bahwa homoseksual lebih dipengaruhi oleh lingkungan (kontruksi sosial)
dibanding faktor genetika. Ini karena riset yang mereka lakukan pun tidak
mendukung teori gay gene yang mereka pegang selama ini.
Dan karena faktor lingkungan lebih
berperan, akibatnya, penyembuhan bukan tidak mungkin dilakukan. Seperti halnya
ketergantungan narkoba, alkohol, merokok, yang disebabkan karena lingkungan dan
bukan genetika, maka homoseksual bisa direorientasi.
Upaya reorientasi ini bisa
dilakukan dengan treatmen psikologi maupun keagamaan. Di AS, upaya penyembuhan
seperti ini banyak mendapat tantangan keras dari mereka yang tetap berkeyakinan
bahwa homoseksual adalah pemberian Tuhan. Mereka menuduh treatmen penyembuhan
tidak akan efektif dan hanya menimbulkan rasa sakit belaka.
Benarkah demikian? Dr Robert
Spitzer, arsitek penghapus homoseksual dari daftar penyakit menyimpang APA,
menolaknya. Setelah belasan tahun berlalu, Spitzer mengadakan studi tentang
bisa tidaknya homoseksual disembuhkan. “Saya telah yakin bahwa dari
orang-orang yang telah saya interview, banyak di antara mereka yang telah
membuat perubahan substansial dengan berubah menjadi heteroseksual. Saya rasa
itu berita! Saya memulai studi ini dengan penuh keraguan. Sekarang saya
mengklaim bahwa perubahan-perubahan itu dapat dibenarkan,” begitu kesimpulan
Spitzer.
Yang lebih menarik, pernyataan
Spitzer pada jurnalis yang menanyakan padanya apa yang dia lakukan jika anak
remajanya mengaku homoseksual. Spitzer menjawab bahwa dia berharap anaknya
tertarik untuk berubah dan mendapatkan bantuan untuk bisa berubah.
Karena sikap Spitzer yang berubah
180 derajat terhadap isu homoseksual ini, dia pun mendapatkan banyak “surat
kebencian” dan komplain dari kolega-koleganya.
Ingin kembali straight? Anda berhak
melakukannya! (Diolah dari www.narth.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar