Oleh: Jupiter Dan
Hingga kini, kalangan homoseksual pada
umumnya mempertahankan pilihan orientasi seksualnya dengan dengan teori
“gay gene”. Teori ini menyatakan, seseorang menjadii homoseksual karena
bawaan. “Tuhan memberi kami begini sejak lahir,” begitu alasan terkuat
mereka.
Ilmuwan pertama yang memperkenalkan teori
“born gay” adalah ilmuwan Jerman, Magnus Hirscheld pada 1899. Dia
menegaskan bahwa homoseksual adalah bawaan sehingga dan dia menyerukan
persamaan hukum untuk kaum homoseksual..
Pada 1991, 2 periset Dr Michael Bailey
& Dr Richard Pillard melakukan penelitian untuk membuktikan apakah
homoseksual diturunkan alias bawaan.
Yang diteliti 2 periset ini adalah
pasangan saudara –- kembar identik, kembar tidak identik,
saudara-saudara biologis, dan saudara-saudara adopsi –- yang salah satu
di antaranya adalah seorang gay.
Ringkasnya, riset itu menyimpulkan adanya
pengaruh genetik dalam homoseksualitas. Mereka menyatakan, 52 persen
pasangan kembar identik dari orang gay berkembang pula menjadi gay.
Sementara hanya 22 persen pasangan kembar biasa yang menunjukkan sifat
itu.
Sedangkan saudara biologis mempunyai
kecenderungan 9,2%, dan saudara adopsi 10,5%. Sedangkan gen di kromosom
yang membawa sifat menurun itu tak berhasil ditemukan.
Hasil riset di atas, meski menemukan
adanya link homoseksual secara genetika, namun menyatakan bahwa gen
bukanlah faktor yang dominan dalam menentukan homoseksualitas.
Dr Richard Pillard, seorang profesor
psikiatri di Boston University School of Medicine menegaskan bahwa
seksualitas lebih dipengaruhi oleh lingkungan dan peranan genetik sangat
terbatas.
Pada 1993, riset ini dilanjutkan oleh
Dean Hamer, seorang gay. Dia meneliti 40 pasang kakak beradik
homoseksual. Hasil risetnya menyatakan bahwa satu atau beberapa gen yang
diturunkan oleh ibu dan terletak di kromosom Xq28 sangat berpengaruh
pada orang yang menunjukkan sifat homoseksual.
Riset Dean ini sangat “dipuja-puja” oleh
kalangan homoseksual dan menjadi senjata terkuat mereka. Riset ini
dianggap sebagai “penemuan ilmiah yang monumental.” Hasil riset ini
meneguhkan pendapat kaum homoseksual bahwa homoseksual adalah kodrati,
tak bisa dikatakan sebagai penyimpangan, dan tidak bisa dibenahi.
Meskipun Dean menyatakan homoseksual di
kromosom Xq28 ditemukan, namun hingga 6 tahun kemudian, gen pembawa
sifat homoseksual itu tak juga ketemu. Dan Dean Hamer mengakui bahwa
risetnya itu tak mendukung bahwa gen adalah faktor utama/yang menentukan
yang melahirkan homoseksualitas.
“Kami tahu bahwa gen-gen hanyalah bagian
dari jawaban. Kami menerima bahwa lingkungan juga mempunyai peranan
membentuk orientasi seksual…..Homoseksualitas secara murni bukan karena
genetika. Faktor-faktor lingkungan berperan. Tidak ada satu gen yang
berkuasa yang menyebabkan seseorang menjadi gay…saya kira kita tidak
akan dapat memprediksi siapa yang akan menjadi gay.”
Hamer juga menyebut bahwa risetnya gagal
memberi petunjuk bahwa homoseksual adalah bawaan. “Silsilah keluarga
gagal menghasilkan apa yang kami harapkan kami temukan: sebuah hukum
warisan Mendelian yang sederhana. Pada faktanya, kami tak pernah
menemukan dalam sebuah keluarga bahwa homoseksualitas didistribusikan
dalam rumus yang jelas seperti observasi Mendel dalam tumbuhan
kacangnya,” tulis Hamer.
Teori “gay gene” kian runtuh ketika pada 1999 Prof George Rice
dari Universitas Western Ontario, Kanada, mengadaptasi riset Hamer
dengan jumlah responden yang lebih besar. Rice menyatakan, hasil
penelitian terbaru tak mendukung adanya kaitan gen X yang dikatakan
mendasari homoseksualitas pria.
Rice dan tiga koleganya memeriksa 52
pasang kakak beradik homoseksual untuk melihat keberadaan empat penanda
di daerah kromosom. Hasilnya menunjukkan, kakak beradik itu tak
memperlihatkan kesamaan penanda di Xq28 – yang sebelumnya dirilis oleh
Dean Hamer, kecuali secara kebetulan.
Dengan data itu para peneliti Kanada
tersebut menyatakan mereka dapat meniadakan segala kemungkinan adanya
gen di Xq28 yang berpengaruh besar secara genetik terhadap timbulnya
homoseksualitas. Namun demikian, menurut Rice, pencarian faktor genetik
pada homoseksualitas terus berlangsung dan mereka juga sedang mencari
kaitan pada kromosom lain. Meski demikian, hasil keseluruhan dari
berbagai penelitian tampaknya menunjukkan kalaupun ada kaitan genetik,
hal itu sangat lemah sehingga menjadi tidak penting.
Selain Prof Rice, hasil riset ini
didukung oleh Prof Alan Sanders dari Universitas Chicago. Riset Sander
yang tak dipublikasikan juga tidak mendukung teori hubungan genetik pada
homoseksualitas.
Ruth Hubbard, seorang pengurus The Council for Responsible Genetics yang juga penulis buku Exploding the Gene Myth
menyatakan bahwa pencarian sebuah gen gay, “bukan suatu usaha pencarian
yang bermanfaat. Izinkan saya memperjelasnya: Saya tidak berpikir ada
gen tunggal yang memerintah perilaku manusia yang sangat kompleks. Ada
komponen-komponen genetik dalam semua yang kita lakukan, dan adalah
suatu kebodohan untuk menyatakan gen-gen tidak terlibat. Tapi saya tidak
berpikir gen-gen itu menentukan.” (Dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar