Oleh Dasam Syamsudin
01 June 2012
01 June 2012
Saya akan meninjau hal ini dari sudut pandang agama saya, Islam.
Jika melihat sejarah kebelakang,
Al-Quran menyelipkan untaian Ayat yang mengisahkan kaum homoseksual yang
hidup di masa Nabi Luth As, yakni kaum Sodom. Kaum Sodom dihancurkan
Allah SWT dengan hujan batu karena ketidak patuhannya untuk meninggalkan
kebiasaan mereka melakukan hubungan sesama jenis.
“Maka tatkala datang azab Kami, Kami
jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan
Kami hujani mereka dengan batu dari tanah-tanah yang terbakar dengan
bertubi-tubi.” (QS Hud: 82)
“Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan menimpa umatku adalah perbuatan kaum Luth.” (HR at-Tirmidzi, al-Hakim, Ibn Majah).
Saya sebagai Muslim yang tidak memegang
paham liberal. Jelas menganggap haram perbuatan homoseksual itu, baik
lesbi yang dilakukan sesama perempuan, atau pun gay yang dilakukan
sesama pria..
Di dalam Islam lesbi dan gay benar-benar
tidak mempunyai tempat. Mungkin mencintai siapa saja, termasuk sesama
jenis itu tidak terlalu jadi soal. Namun, permasalahannya adalah
melakukan hubungan sex yang dilakukan kaum lesbi atau gay itu lah yang
menjadikan perbuatan itu haram. Jangankan sesama jenis, beda jenis saja,
laki-laki dan perempuan yang suka sama suka, itu haram melakukan
hubungan sex di luar nikah.
Makanya pria dan wanita yang sudah
“tidak tahan” dan merasa mampu secara ekonomi dianjurkan menikah agar
tidak terjerumus pada jurang perzinahan. Dan kalau pemuda sudah “tidak
tahan” tapi belum mampu secara ekonomi, dianjurkan “bersabar”. Sabar
dari godaan perempuan dan sabar dari godaan “tangan sendiri”. Heheh.
Homoseksual membawa kerugian besar
Apa yang diharamkan Allah, tentu hal itu
pasti mengandung kebaikan untuk umat manusia. Banyak sekali sisi
negatif dari hubungan sesama jenis ini. Baik itu untuk diri sendiri,
atau pun untuk sosial.
Menurut data Komisi Penanggulangan
HIV/AIDS tahun 2009, penyebaran HIV/AIDS di kalangan homosekesual
melesat dibandingkan penyebaran melalui PSK (mediaindonesia, 12/11/2009). (hizbu-tahrir.or.id). Melihat data ini, berarti hubungan sex sesama jenis, sangat rentat tertular penyakit kelamin.
Selain itu, hubungan sesama jenis
mengancam perkembangbiakan umat manusia. Bisa dibayangkan. Jika kaum
homo dikumpulkan dari seluruh negara, lalu disuruh tinggal di suatu
pulau, kita bisa memperkirakan, kapan kehidupan manusia pulau itu
berakhir tanpa ada generasi yang meneruskannya. Hanya akan ada angin
bresemilir diantara sepi.
Solusi dengan menikahkannya
Tentunya banyak cara untuk menyadarkan
kaum homoseksual. Diantaranya dengan cara menumbuhkan kesadaran dirinya.
Memberinya bimbingan dan menumbuhkan motivasi agar dia semangat dalam
upaya menghilangkan cinta di dalam hatinya terhadap pasangan sejenisnya
dan berusaha mencari cinta yang normal dan tentunya lebih indah.
Bukankah ada istilah, “cinta bisa dikalahkan dengan cinta”.
Saya merasa bahagia ketika membaca
sebuah komentar, bahwa ada seseorang yang berhasil menyadarkan temannya
yang gay dengan cara membimbingnya, terus memberinya nasehat dan
motivasi agar dia bisa menjalin hubungan cinta yang normal. Berikut
komentarnya lengkapnya.

“Saya punya temen gay, saya
memberi nasehat pelan-pelan dan secara tidak langsung supaya tidak
tersinggung,saat dia curhat . Dan karena dia muslim saya selalu
mengingatkan untuk sholat agar mendapatkan ketenangan. Ternyata ada
perubahan meskipun lambat. Niat dan kesadaran untuk berubah dari si
pelaku yang perlu dibangkitkan.“
Lalu, bagaimana kaum homo itu tidak bisa
disadarkan juga dengan cara di atas. Dan apalagi dia sudah melakukan
hubungan sex sesama jenisnya. Yang apabila dibiarkan sudah jelas hal itu
merupakan perbuatan dosa di dalam Islam. Maka saya mengusulkan solusi
ini.
Duh.. saya jadi ragu menjelaskannya. Saya kan masih lajang.
Maksud saya gini. Mungkin dengan cara
merasakan sensasinya hubungan sex yang normal. Hal itu bisa
menyadarkannya. Siapa tahu kan. Orang menyukai sesama jenis itu karena
dia belum pernah merasakan hubungan sex yang sesungguhnya.
Dan, dengan membiasakan menjalin
hubungan rumah tangga yang sesungguhnya, juga mendapat limpahan kasih
sayang sesungguhnya dari sang suami atau istri. Mungkin saja lambat laun
membuka kesadaranya, membuka hatinya. Bahwa hubungan normal lebih indah
dan bisa menjadikannya lebih hidup.
Maka dalam hal ini, berarti harus ada
pasangan yang benar-benar siap menikah dengannya. Atas dasar cinta yang
bersedia menikah dengannya, mungkin hal ini akan mempermudah upaya
penyadarannya. Sebab orang yang melakukan sesuatu atas dasar cinta,
tentunya powernya akan hebat, semangatnya akan membara, dan proses yang ditempuhnya pun atas nama cinta, bukan keterpaksaan.
Sekeras apapun hati dan perasaan, dengan cinta pasti bisa lunak. Cieeee..
Tinjauan Fiqih Islam
Selain itu, dalam Islam (berarti jika
homoseksualnya muslim, saya tidak berani mengkaitkan dengan non-Mulsim),
Fiqih Islam akan menyudutkan hukum “wajib menikah” pada pemuda yang
dianggap sudah mampu secara ekonomi, dan sudah benar-benar sulit
mengendalikan nafsu seksnya. Maka hukum bagi pria tersebut wajib
dinikahkan. Jika perempuan berarti sudah mempunyai calon suami yang
sudah siap, berarti perempuan itu pun harus cepat dinikahkan. Sebab
untuk menghindari dari perbuatan zinah.
Lalu, bagaimana dengan kaum homoseksual?
“Jika ada dua hal yang bisa
menimbulkan kemadaratan (hal buruk), maka lakukanlah kemadaratan yang
dianggap lebih ringan, dan jauhilah kemadaratan yang lebih besar” (Ushul Fiqih, Kitab Mabadiul Awaliyah)
Jika kita membandingkan antara menikahkan paksa pelaku homo dan membiarkannya melakukan homo, mana yang lebih besar bahayanya?
Saya pribadi, menganggap membiarkannya
jadi homo lebih berbahaya. Alasannya karena melakukan seksnya haram,
dosa besar. Selain itu, seperti yang sudah disinggung, homoseksual
menghilangkan terjadinya perkembangbiakan manusia.
Dan jika menikahkannya dengan paksa,
mungkin kemadaratanya merasa sedih dipaksa dinikahkan dan kehidupan
rumah tangganya tidak dijamin normal.
Maka, menikahkannya tentu lebih baik
dari pada membiarkannya tenggelam dalam jurang dosa. Sebab menikahkannya
bukan berarti menghukukmnya, melainkan sebagai upaya agar orang
tersebut bisa menjalani hidup normal dan tidak tenggelam dalam jurang
dosa.
Mungkin masih banyak cara yang lebih efektif selain menikahkannya. Namun, memang inilah ide saya.
Terimakasih. Mohon Koreksi.
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2012/06/01/jika-homoseksual-dipaksa-menikah-demi-kesembuhan-467412.html
Catatan Gery Tentang Tulisan diatas :
Saat saya membaca poin diatas, ada beberapa hal yang ingin saya komentari:
1. Dalam sudut agama apapun GAY itu haram, Jadi memang secara manusia yang percaya akan keberadaan Tuhan, yakinilah jalan yang ini adalah SALAH. Namun jangan dianggap kita sebagai manusia yang hina atau berdosa atau manusia kutukan. Kita akan menjadi manusia berdosa BILA KEMUDIAN MENINDAKLANJUTI pikiran kita dan melakukannya menjadi hal fisik ataupun secara mental terus berpikir akan hal tersebut.
2. Bila Gay dipaksa menikah, saya rasa itu bukan solusi yang baik. Karena dia belumnya "Sembuh" secara anggapan masyarakat. Namun kalau itu adalah pilihan di Gay sendiri, harap ditanamkan pikiran bahwa HARUS MENERIMA segala konsekuensinya. Bukan mencoba-coba. Bagi kita mungkin ini jalan kesembuhan, namun bagi wanita yang dinikahi ini adalah impiannya.
3. Anjuran saya lebih tepat adalah belajar meditasi, menenangkan pikiran dan berpikir mencari jawaban "Apa yang menarik pada seorang pria yang tidak ditemukan pada seorang wanita" Pikirkan pula "Apakah itu ketertarikan yang benar, dan kenapa itu harus kita benarkan" Pikirkan pula "Apa yang kita mau" Bila kemudian kita berpikir "Okay, saya mau hidup Normal (Secara pandangan masyarakat), maka jadilah normal seutuhnya. Artinya anda menemukan bahwa saat ini anda sakit pikiran dan bisa disembuhkan, namun sekali lagi yang bisa menyembuhkan HANYA DIRI ANDA SENDIRI DENGAN BANTUAN TUHAN. Bila anda memilih menjadi Gay, jadilah Gay yang seutuhnya dan bermartabat. Jangan menjadi gay hina yang menjajakan diri ataupun mencari jajanan. Hidup yang baik, bila anda percaya, Jodoh itu akan ada (Walaupun sejujurnya pilihan ini lebih sulit). Kedua-duanya pilihan tersebut sama-sama sulit! Namun harus anda pilih salah satunya. Please jangan menjadikan kehidupan anda menjadi lebih hancur lagi. Menjadi Gay sudah merupakan tantangan tersendiri, jangan menambah beban anda lagi dengan menjadi Gay yang hidupnya hancur.
Well...seorang gay..jika menikah itu sangat BUKAN solusi yang tepat. Hanya akan menambah dosa dan derita sang istri. Dia harus 'mengobati' dirinya sendiri dulu. Setelah normal, barulaah ia bisa menikah. Seorang gay, jika ia menikah dalam keadaan 'SAKIT', ia hanya menipu wanita.
BalasHapus